Perwakilan delapan kabupaten bersama perwakilan dari pemerintah pusat dan mitra pembangunan dalam B20 Investment Forum di Bali, 11 November 2022. Foto: USAID SEGAR
Bali - Kesadaran akan praktik pembangunan yang berkelanjutan di daerah semakin meningkat. Berbagai daerah semakin intensif mengimplementasikan praktik-praktik sektor perkebunan yang berkelanjutan. Hal tersebut terefleksi dalam komitmen bersama delapan kabupaten, yaitu Aceh Tamiang (Provinsi Aceh); Kutai Timur (Provinsi Kalimantan Timur), Sanggau dan Kapuas Hulu (Provinsi Kalimantan Barat); Seruyan dan Kotawaringin Timur (Provinsi Kalimantan Tengah); Siak (Provinsi Riau); serta Sigi (Provinsi Sulawesi Tengah); dalam B20 Investment Forum di Bali, 11 November 2022.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas) dan Kementerian Investasi (Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM), didukung Koalisi Ekonomi Membumi (KEM), mendorong kesiapan daerah melalui penyiapan sebuah model dalam platform elektronik yang disebut Indikator Yurisdiksi Berkelanjutan. Model ini diharapkan dapat menarik investasi yang bertanggung jawab dan memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan. Model yang tengah dikembangkan pemanfaatannya untuk sektor perkebunan ini secara resmi diperkenalkan dalam acara B20 Investment Forum.
Ir. R. Anang Noegroho Setyo Moeljono, MEM Plt. Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas menjelaskan bahwa Indikator Yurisdiksi Berkelanjutan yang pada tahap awal ini dikembangkan pada sektor perkebunan dimaksudkan untuk membantu operasionalisasi Peraturan Presiden 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024. “Kemitraan yang baik antara para pemangku kepentingan adalah pondasi utama yang mempercepat tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Bersama-sama kita mengawal dan memfasilitasi seluruh pemangku kepentingan melalui kerja sama multipihak dan strategi investasi hijau, agar target-target TPB dapat tercapai,” imbuhnya.
“Kolaborasi multipihak adalah kunci bagi pelaksanaan praktik berkelanjutan dalam pengelolaan lahan, sehingga kerja sama yang baik antara pengelola lingkungan, petani, pelaku usaha, serta pemerintah daerah sebagai regulator pada tingkat daerah sangat diperlukan di sepanjang rantai pasok komoditas. Pemerintah daerah menjadi pihak yang mempunyai peranan sangat penting terkait dengan penguatan dari segi kebijakan dan monitoring terhadap pelestarian lingkungan dan tata kelola lahan,” tegas Dr. Nur Hygiawati Rahayu, MSc, Direktur Bidang Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas.
Dr. Indra Darmawan, MSc Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi BKPM menjelaskan bahwa Indonesia mempunyai strategi jangka panjang mengenai investasi hijau, termasuk dalam sektor komoditas berbasis lahan. Pihaknya telah menyiapkan Peta Peluang Investasi yang berhasil memetakan 47 usulan proyek memiliki fokus terhadap potensi investasi di Indonesia. Informasi tersebut akan dilengkapi dengan gambaran tentang kemajuan dan komitmen di daerah, dengan menggunakan informasi yang disediakan melalui proses penilaian dari Indikator Yurisdiksi Berkelanjutan yang disiapkan oleh Bappenas. Harapannya adalah agar daya saing komoditas daerah semakin tinggi, portfolionya semakin menarik, dan membangkitkan minat investasi asing ke dalam negeri.
Uni Eropa telah memberikan dukungan bagi Bappenas dan Pendekatan Yurisdiksi Berkelanjutan selama lima tahun terakhir melalui beberapa inisiatif, termasuk melalui program Keberlanjutan sAwit Malaysia dan Indonesia (KAMI) yang diimplementasikan oleh European Forest Institute. Uni Eropa juga tengah bekerja dengan mitra di tingkat lokal dan nasional – termasuk Javlec, Surveyor Indonesia, dan LPEM Universitas Indonesia – untuk meningkatkan inklusivitas dan ketertelusuran dalam rantai pasok kelapa sawit, menyempurnakan platform Indikator Yurisdiksi Keberlanjutan, dan mempertimbangkan opsi-opsi yang ada, dalam konteks hadirnya regulasi-regulasi baru di tingkat global yang relevan dengan kelapa sawit.
Dukungan lain datang dari USAID Indonesia lewat program ‘Sustainable Environmental Governance Across Regions’ atau USAID SEGAR yang bertujuan untuk mendorong pembangunan Indonesia ke arah pemanfaatan lahan berkelanjutan dan pelestarian alam yang dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif. “Amerika Serikat, melalui USAID, bekerja sama dengan Bappenas untuk memperkuat implementasi tata kelola lingkungan dan lahan yang berkelanjutan. Sasaran utama kami adalah untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas pengelolaan lahan berkelanjutan melalui penguatan peran pemerintah daerah di dalam rantai pasok,” ucap Brian Dusza, Direktur Kantor Lingkungan Hidup, USAID Indonesia. “Kami juga mengajak sektor swasta untuk membuat rantai pasok mereka lebih hijau, sejalan dengan prioritas pemerintah daerah,” tutupnya.
Praktik Baik Pemerintah Daerah
Iswanti, SE, MM, Wakil Bupati Seruyan menyatakan bahwa sebagai salah satu produsen sawit, Seruyan yang saat ini Bupatinya menjadi Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Sawit, juga sudah bersiap memperbaiki berbagai aspek dalam tata kelola lahannya melalui pendekatan yurisdiksi. Salah satunya adalah dengan membentuk Peraturan Daerah serta Kelompok Kerja (Pokja) khusus yang bertugas untuk memperbaiki berbagai aspek mulai dari penanganan konflik lahan, sertifikasi pekebun swadaya, hingga perlindungan areal nilai konservasi tinggi (NKT). Setidaknya ada 1.045 sertifikat STDB yang dikeluarkan oleh Kabupaten Seruyan yang menunjukkan bahwa lahan tersebut telah clean and clear. Tidak hanya itu, Kabupaten Seruyan juga memiliki tim penanganan konflik pada berbagai jenjang pemerintahan mulai dari tingkat desa yang dipantau langsung oleh Bupati.
Langkah maju juga ditunjukkan oleh Kabupaten Kutai Timur yang telah mendeklarasikan diri sebagai daerah yang menerapkan prinsip-prinsip yurisdiksi berkelanjutan, yang ditandai dengan penyusunan Rencana Perkebunan 2021-2030. “Kutai Timur telah menetapkan areal bernilai konservasi tinggi di kawasan perkebunan dengan luasan 48.933,68 hektare yang sudah diregulasikan dalam bentuk SK Bupati, dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan penurunan emisi gas rumah kaca,” ungkap Dr. H. Kasmidi Bulang, ST., MM., Wakil Bupati Kutai Timur. Berbagai daerah penghasil sawit juga telah menyelesaikan Rencana Aksi Daerah untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan, yang menjadi pegangan bagi arah perbaikan tata kelola sawit di daerahnya.
Rukaiyah Rafik, Ketua Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI) menjelaskan bahwa belum semua petani bisa dengan mudah mengakses sertifikasi ISPO dan RSPO. Untuk itu, petani membutuhkan dukungan dalam upaya pelaksanaan sertifikasi sawit berkelanjutan. “Sejumlah program untuk mendukung petani sudah dibentuk, salah satunya adalah keterlibatan FORTASBI dalam integrasi sertifikasi RSPO dan ISPO, di mana dalam tiga tahun mendatang diharapkan sebanyak 9.000 petani sawit Indonesia dapat mengantongi sertifikasi ISPO,” jelas Rukaiyah. Rukaiyah juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan yurisdiksi yang dilakukan pemerintah daerah bagi percepatan registrasi dan sertifikasi petani untuk menjadi bagian dari rantai pasok hijau.
Selain kelapa sawit, komoditas lain yang juga menjadi perhatian adalah kakao. Samuel Pongi, Wakil Bupati Sigi menyampaikan bahwa kakao menjadi salah satu komoditas perkebunan sub-sektor pertanian yang terus dikembangkan di Kabupaten Sigi. “Hampir 75 persen dari wilayah Sigi merupakan daerah kawasan hutan. Karena itu, Kabupaten Sigi memiliki Peraturan Daerah Sigi Hijau yang di dalamnya mengatur tentang skema investasi, yang bertujuan untuk menjaga hutan dan menyejahterakan rakyat kami. Selain itu, dalam rangka mengembangkan kakao sebagai komoditas potensial yang kami miliki, kami dalam kemitraan bersama dengan Cocoa Sustainability Partnership(CSP), PISAgro dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), sedang membangun sebuah portofolio investasi yurisdiksi yang berfokus pada komoditas ini,” jelas Samuel.
Copyright © 2024 USAID SEGAR All rights reserved