Cerita dari Lapangan

Delegasi USAID dan Bappenas Kunjungi Berau, Lihat Upaya Penguatan Ekonomi dan Konservasi Desa

15 Desember 2023 13:54 343x
Share Tweet Share
Delegasi USAID dan Bappenas Kunjungi Berau, Lihat Upaya Penguatan Ekonomi dan Konservasi Desa

Berau – Pada tanggal 14-17 November 2023, delegasi USAID Indonesia melakukan kunjungan lapangan bersama Direktorat Pendanaan Bilateral dan Direktorat Konservasi Kehutanan dan Sumber Daya Air (KKSDA) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) ke Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Kunjungan tersebut dilakukan ke lokasi pelaksanaan kegiatan USAID Sustainable Environmental Governance Across Regions (SEGAR). 

Sebelum turun langsung ke lapangan, delegasi USAID Indonesia dan Bappenas bertemu dengan Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang) Kabupaten Berau, Endah Ernany Triariani dan membicarakan progres USAID SEGAR di Berau. Kunjungan lapangan ini sekaligus menjadi bentuk monitoring anggota Tim Teknis program Sustainable Terrestrial Ecosystem Management (STEM), yang merupakan payung kolaborasi USAID Indonesia dan Bappenas, salah satunya dilaksanakan lewat kegiatan USAID SEGAR.

USAID SEGAR melalui skema hibah kepada Perkumpulan Menapak Indonesia turut mendukung upaya konservasi dan penghidupan berkelanjutan berbasis masyarakat di Berau, yaitu melalui peningkatan pengelolaan hutan desa di Desa Biatan Ulu dan pengelolaan mangrove di Desa Tembudan. Kegiatan utama yang dilakukan di antaranya meliputi survei penghidupan berkelanjutan, penyusunan rencana aksi konservasi, dan pengembangan rencana bisnis berkelanjutan untuk menopang mata pencaharian yang sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan yang efektif. Kedua desa ini memiliki segenap potensi sumber daya yang dijadikan unit usaha dan sumber penghidupan oleh masyarakat setempat.

Di Desa Biatan Ulu, dari hasil kajian yang dilakukan USAID SEGAR, skor tertinggi dari komoditas unggulan di Desa Biatan Ulu adalah madu kelulut, yaitu madu dari sejenis lebah yang tidak menyengat (Trigona sp.). Budidaya madu kelulut merupakan pengembangan komoditas baru di hutan desa yang

diperkenalkan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah - Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (UPTD KPHP) Berau Pantai, dikarenakan relevansinya dengan program unggulan di daerah, permintaan pasar yang selalu ada, dan memenuhi kriteria yang baik dari segi konservasi. Saat ini, ada sekitar 80 stup madu yang dikelola oleh Kelompok Unit Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Madu Desa Biatan Ulu. Rata-rata satu stup madu kelulut menghasilkan antara 300 ml s/d 500 ml per bulan dan tergantung musim bunga. Rata-rata masyarakat mengemasnya dalam botol 100 ml dan dijual dengan harga kisaran Rp45.000-50.000 per botol. Meski demikian, produksi madu kelulut ini belum mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal sehingga menarik untuk terus dikembangkan.

Hubungan Komoditas Madu Kelulut dengan Konservasi

Budidaya lebah tanpa sengat (meliponikultur) menjadi solusi yang baik dalam rangka pelestarian hutan serta memiliki manfaat secara ekonomis dan ekologis. Lebah, sebagai komoditas utama, merupakan agen penyerbukan atau polinasi bagi tanaman, sehingga memungkinkan pembuahan pada biji di dalam bunga dan membantu pelestarian vegetasi di daerah sekitar.

 

Madu Kelulut di Biatan Ulu Madu Kelulut Biatan Ulu (11) (Custom).JPG        
Budidaya madu kelulut di Desa Biatan Ulu, Kabupaten Berau. Foto: USAID SEGAR

Sementara itu di Desa Tembudan, potensi yang ada ditandai dengan objek wisata mangrove dan Tulung Ni’ Lenggo (telaga biru) yang dikelola oleh BUMKam Tembudan. Berdasarkan hasil identifikasi potensi penghidupan berkelanjutan di Desa Tembudan, selain dari destinasi wisata, ditemukan komoditas unggulan batik mangrove ecoprint yang memiliki nilai tertinggi dari segi peningkatan pendapatan, konservasi, dan keterlibatan masyarakat, khususnya kelompok perempuan dan anak muda.

Sesuai namanya, sistem ecoprint dilakukan dengan menjiplak dedaunan dan kemudian merebusnya. Pembuatan batik ini tidak menggunakan alat seperti canting dan bahan malam, melainkan aneka dedaunan yang menghasilkan warna alami. “Intinya, untuk ecoprint itu kita pakai daun yang jatuh, kalau bisa petik seperlunya, dan kalau bisa menanam lagi, jadi tidak merusak lingkungan,” kata Roby Fierriadi, Program Officer Menapak.

Desa Tembudan sudah mulai menerima pesanan dari beberapa dinas pemerintah di Kabupaten Berau untuk seragam. Sementara itu, kerja sama dengan toko/pengusaha masih dalam jumlah yang terbatas. Jumlah pengrajin yang masih relatif sedikit menjadi tantangan tersendiri untuk menangani pesanan dalam skala besar. Para pengrajin batik mangrove di Desa Tembudan dapat memanfaatkan peluang ini agar masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya lewat produksi tekstil yang ramah lingkungan.

Hubungan Komoditas Batik Ecoprint dengan Konservasi

Batik mangrove telah menjadi tradisi kelompok perempuan di Desa Tembudan, dan semakin dijaga seiring meningkatnya kunjungan wisatawan ke beberapa objek wisata di Desa Tembudan. Sebagai desa yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan atau pekebun, mangrove menjadi sumber penghidupan yang perlu dijaga.

Dari hasil kajian yang dilakukan USAID SEGAR melalui Menapak, upaya pengembangan potensi unit usaha yang dapat dilakukan, baik pada Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Hutan Desa Biatan Ulu maupun Kelompok Batik Eco Print Desa Tembudan, meliputi pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mengelola unit usaha, mengoptimalkan unit usaha yang sudah ada berdasarkan potensi alam setempat, menjalin kerja sama pasar dengan pengusaha untuk menjual produk, serta membangun komunikasi dengan pemerintah daerah untuk bekerja sama dalam membangun strategi pendanaan, fasilitasi alat produksi, pemasaran, dan sebagainya.

IMG_0040.jpgEkosistem mangrove di Tembudan, Berau   
Menyusuri ekosistem mangrove di Desa Tembudan, Kabupaten Berau. Foto: USAID SEGAR


Available in English